Berikut karya dari kelas XII-11.
Selamat menikmati.
Karya 1:
Analisis Aktivitas Sosial Masyarakat Desa
Sukorejo dalam Membangun Solidaritas Warga
Saya melihat penjual baju mindring di lingkungan saya. Yaitu penjual baju (Pakaian) keliling yang bisa dibeli secara cicilan. Ketika penjual datang Ibu-ibu biasanya berkumpul di salah satu teras rumah untuk melihat-lihat. Suasananya cukup ramai dan hangat, karena sambil memilih baju mereka juga saling berbagi cerita dan Pendapat. Sistem Cicilan ini warga merasa lebih mudah membeli baju baru tanpa harus membayar langsung dalam jumlah besar. fenomena ini menunjukkan Pola konsumsi yang menyesuaikan kondisi ekonomi masyarakat, sekaligus memperlihatkan bahwa interaksi antar warga masih terjalin dengan baik.
Menjelang waktu maghrib, beberapa anak tampak berkumpul di depan masjid sambil membawa kendaraan masing-masing, ada yang datang dengan sepeda, ada yang menaiki motor kecil, dan ada pula yang berjalan kaki. Suasana sore itu terasa hangat, dihiasi obrolan ringan dan tawa mereka yang saling menyapa. Perlahan satu per satu mulai memarkirkan sepeda dan motor di halaman masjid, lalu duduk diteras masjid sambil menunggu adzan berkumandang. Meskipun datang dari arah yang berbeda, tujuan mereka sama untuk menunaikan sholat maghrib bersama teman-temannya.
Saya sering mengantar nenek ke sawah ketika libur sekolah dan saya mengamati bahwa nenek setiap ke sawan yaitu (Matun) menyingkirkan rumput liar di sekitar tanaman saya juga ikut membantunya. Ketika di sawah nenek sering berinteraksi saling sapa dengan tetangga yang sedang bekerja di sawah juga. Dengan sabar dan telaten nenek membungkuk memisahkan bibit Padi yang tumbuh dari tanaman liar. Cara nenek merawat tanaman dan interaksi dengan tetangga menunjukkan bahwa perhatian kecil dan kesabaran dapat membuat sesuatu tumbuh dengan baik serta menambah keakraban dengan sesama.
Saya melihat ketika ada acara berjanjen/kondangan di lingkungan saya tinggal.Para Ibu-ibu dan remaja perempuan biasanya berkumpul untuk rewang yaitu membantu memasak dan menyiapkan hidangan. Rewang ini tidak hanya membuat pekerjaan Jadi ringan, tetapi juga menjaga kebersamaan dan rasa peduli antar warga.
Acara pada foto tersebut adalah tahlilan di rumah salah satu warga. Suasananya hangat dan penuh kebersamaan. Para bapak-bapak duduk lesehan di atas terpal biru, sebagian memakai sarung dan peci, yang menjadi ciri khas kegiatan keagamaan di lingkungan desa. Di depan mereka tersaji beberapa piring hidangan seperti gorengan, pisang, kue, dan minuman. Hidangan ini biasanya disiapkan untuk dinikmati setelah rangkaian doa selesai dibacakan. Di dekat tiang rumah terlihat seorang bapak yang cukup sepuh sedang duduk tenang. Acara ini menggambarkan tradisi tahlilan yang penuh kekeluargaan, di mana masyarakat berkumpul, berdoa bersama, dan menjaga kebersamaan sebagai bentuk kepedulian sosial.
karya 1:
Mengenal Globalisasi Melalui Aktivitas Masyarakat Desa Pengkol : Studi Dokumentasi Lapangan
Pada gambar
tersebut terlihat seorang petani sedang mengayuh sepeda di jalan pedesaan
sambil membawa tumpukan rumput gajah yang baru dipanen untuk kebutuhan pakan
ternak. Rumput yang disusun rapi di bagian samping sepeda menunjukkan aktivitas
rutin petani dalam mengumpulkan hijauan berkualitas bagi hewan peliharaannya.
Latar suasana senja serta hamparan sawah di kiri dan kanan jalan menegaskan
bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari keseharian petani di pedesaan yang
tetap berlangsung meski hari mulai gelap.
Pemandangan tersebut mencerminkan
kehidupan petani yang tetap mempertahankan tradisi dan aktivitas manual dalam
memenuhi kebutuhan ternaknya. Meskipun era globalisasi menawarkan berbagai
kemudahan teknologi, sebagian petani masih mengandalkan alat transportasi
sederhana seperti sepeda karena dianggap lebih ekonomis dan sesuai dengan
kondisi lingkungan pedesaan. Hal ini menunjukkan adanya kombinasi antara
tradisi lama dan adaptasi terhadap perubahan zaman.
Pada gambar terlihat seorang petani sedang
mengolah lahan menggunakan mesin bajak di area persawahan yang luas.Lahan yang
dibajak menunjukkan proses persiapan tanah sebelum memasuki masa tanam, yang
menjadi tahapan penting dalam menjaga produktivitas pertanian. Vegetasi di tepi
pematang serta hamparan sawah yang mengelilingi area tersebut menegaskan bahwa
kegiatan ini merupakan bagian dari rutinitas petani dalam mengelola lahan
secara berkelanjutan.
Kehadiran alat modern seperti hand tractor
menunjukkan bahwa globalisasi telah memberikan dampak nyata dalam meningkatkan
efisiensi kerja petani. Jika sebelumnya pembajakan dilakukan dengan tenaga
hewan atau manual, kini mesin mempersingkat waktu, menghemat tenaga, dan
meningkatkan kualitas pengolahan tanah. Ini merupakan wujud nyata perubahan
sosial, di mana masyarakat pedesaan mulai menerima inovasi baru yang membantu
mereka meningkatkan produktivitas.
Foto tersebut
menunjukkan proses penggilingan daun tembakau setelah melalui tahap pemetikan
dan sortasi awal. Daun-daun tembakau yang telah dipersiapkan digiling hingga
menjadi potongan berukuran kecil agar siap memasuki proses pengeringan atau
pengolahan berikutnya. Di area kerja tampak keranjang plastik, tumpukan hasil
gilingan, serta sisa daun yang menandakan aktivitas produksi sedang
berlangsung. Tahap penggilingan ini merupakan bagian penting dalam industri
pengolahan tembakau karena menentukan kualitas, tekstur, dan keseragaman bahan
sebelum diproses lebih lanjut.
proses penggilingan daun tembakau menggunakan
mesin lebih modern dibanding cara tradisional.Mesin penggiling menandakan
adanya peningkatan pengetahuan dan perubahan cara kerja petani. Mereka tidak
hanya menjual hasil panen berupa daun mentah, tetapi mulai mengolahnya terlebih
dahulu agar memiliki nilai jual lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
globalisasi turut mendorong petani meningkatkan kualitas produk agar dapat
bersaing di pasar yang lebih luas.
Gambar tersebut
menampilkan sekelompok anak TK yang duduk berbaris rapi di halaman sekolah
sambil menikmati Makan Bergizi Gratis (MBG).Dengan mengenakan seragam berwarna
cerah, anak-anak terlihat antusias membuka kotak makan masing-masing yang
berisi menu lengkap mulai dari nasi, lauk, sayur, hingga buah. Suasana
kebersamaan sangat terasa ketika mereka makan berdampingan, saling bercerita,
dan belajar berbagi satu sama lain. Kegiatan ini bukan hanya memenuhi kebutuhan
gizi harian anak, tetapi juga menjadi sarana untuk menanamkan kebiasaan makan
sehat, membangun kedisiplinan, serta memperkuat interaksi sosial sejak usia
dini.
Makan Bergizi Gratis (MBG) menunjukkan
perubahan positif dalam dunia pendidikan akibat kebijakan modern dan
peningkatan kesadaran akan pentingnya gizi anak. Program MBG merupakan bentuk
perubahan sosial yang muncul dari perkembangan ilmu pengetahuan dan perhatian
pemerintah terhadap kualitas generasi masa depan.
Gambar tersebut
memperlihatkan seorang anak kecil yang tengah asyik bermain di arena mandi bola
pada sebuah hajatan. Anak itu terlihat memegang sebuah ember kecil sambil
dikelilingi bola-bola plastik berwarna cerah yang memenuhi kolam permainan.
Arena tersebut ditutup dengan jaring pengaman dan dinaungi terpal biru untuk
memberikan kenyamanan bagi anak saat bermain. Suasana di sekitar lokasi tampak
ramai, dipenuhi para orang tua, pedagang, dan berbagai wahana permainan lain
yang menambah kemeriahan acara.
Kehadiran wahana permainan pada hajatan
adalah salah satu bentuk hiburan tradisional yang masih sangat diminati,
terutama di pedesaan. Aktivitas seperti ini menjadi ruang bagi anak-anak untuk
bersosialisasi, mengembangkan kemampuan motorik, serta menikmati keceriaan di
tengah lingkungan sosial. Wahana permainan yang dulu biasanya sederhana, kini
berkembang lebih modern seiring globalisasi, namun tetap mempertahankan fungsi
sosial sebagai sarana rekreasi murah bagi masyarakat.
KELOMPOK 6
ANGGOTA
KELOMPOK :
- Dytha Ayu Rahmawati (14 ) / Ds. Gunungsari
- M. Ardi Maulana ( 23 ) / Ds. Purworejo
- Nurul khomariah (29 ) / Ds. Babadan
- Siti Samrotul Faizah ( 34 ) / Ds. Pengkol
Karya 1:
Nama Anggota Kelompok:
- Aisyatul
Mutiara F. (04)
- Bunga Cinta
Dwis Ananda (10)
- Diva Yulia
S.Z (13)
- M. Ibrahim
Iqbal A. (21)
GLOBALISASI
DAN PERUBAHAN SOSIAL
Hasil Pengamatan Kelompok Kami di Desa Kabongan Kidul, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Dalam kegiatan pengamatan yang kami lakukan di Desa Kabongan Kidul, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Kami menemukan berbagai contoh sederhana tentang bagaimana globalisasi dan perubahan sosial terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa. Globalisasi di sini tidak hadir dalam bentuk teknologi super canggih atau pusat perbelanjaan besar, tetapi lewat hal-hal kecil yang sebenarnya sering kita lihat tanpa sadar.
Warga
Antre Seblak sebagai Jajanan Tren Masa Kini
Saat melakukan pengamatan di Desa Kabongan Kidul, kami melihat beberapa warga sedang makan bersama dan beberapa lainnya antre menunggu pesanan seblak di sebuah lapak kecil di pinggir jalan desa. Suasananya santai dan terasa akrab. Para pembeli terlihat bercanda dan mengobrol ringan sambil menunggu pesanan mereka matang, sementara pemilik lapak sibuk meracik seblak dengan wajan yang terus mengepul.
Kehadiran jajanan seperti seblak ini menunjukkan adanya pengaruh globalisasi terhadap kuliner masyarakat desa. Dulu, jajanan khas daerah seperti gorengan atau jajanan pasar lebih mendominasi. Namun sekarang, makanan kekinian seperti seblak yang awalnya populer di kota sudah sangat akrab dan menjadi pilihan favorit warga desa terutama para remaja. Cara penyajian yang lebih praktis, penggunaan bahan-bahan siap saji, dan kemudahan akses informasi resep melalui internet memperlihatkan perubahan yang dibawa perkembangan zaman.
Meskipun begitu, kebiasaan warga berkumpul, ngobrol santai, dan menikmati makanan bersama tetap menjadi ciri khas interaksi sosial masyarakat desa. Jadi, meski menu jajanan berubah mengikuti tren, hubungan antarwarga tetap hangat dan tidak hilang.
Perubahan seperti ini menunjukkan bahwa
globalisasi memengaruhi selera makan warga, pilihan jajanan, dan model usaha
kecil yang ada di desa.
Pada pengamatan berikutnya, kami melihat adanya pertunjukan seni ketoprak yang digelar di Desa Kabongan Kidul. Di lokasi acara, warga dari berbagai usia terlihat berkumpul, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Mereka duduk berderet sambil menikmati alur cerita yang dimainkan para pelakon dengan kostum dan riasan khas budaya Jawa.
Pertunjukan ketoprak ini memperlihatkan bagaimana masyarakat masih mempertahankan seni tradisional meskipun zaman sudah berkembang pesat. Namun di sisi lain, acara seperti ini juga menunjukkan unsur globalisasi mulai dari penggunaan sound system modern, lampu panggung berwarna, hingga dokumentasi yang dilakukan oleh beberapa penonton menggunakan ponsel untuk disimpan atau dibagikan ke media sosial.
Hal ini menjadi bukti bahwa globalisasi tidak
selalu menghapus budaya lokal. Justru, teknologi modern membantu seni
tradisional seperti ketoprak tetap dikenal dan dinikmati generasi muda di desa.
Kegiatan berkumpul menonton pertunjukan juga memperlihatkan bagaimana kehidupan
sosial warga tetap terjaga meskipun mereka sudah banyak terpapar budaya luar.
Kami juga mengamati beberapa warga terutama remaja dan orang dewasa yang membeli jus dan minuman kemasan di salah satu tempat jualan di desa. Tempatnya sederhana, hanya berupa meja dan blender, namun pilihan minumannya sudah mengikuti tren minuman praktis modern.
Yang dijual bukan minuman spesial seperti smoothie atau boba, tetapi jus sederhana seperti jus jeruk, jus jambu, serta berbagai minuman kemasan yang mudah ditemukan di toko-toko desa. Meski sederhana, keberadaan minuman seperti ini menunjukkan perubahan pola konsumsi masyarakat.
Dulu warga lebih sering membuat minuman sendiri di rumah, tetapi sekarang membeli jus praktis menjadi kebiasaan yang wajar. Selain lebih cepat, rasanya juga sudah mengikuti selera kekinian. Globalisasi membuat minuman kemasan dan jus modern mudah diakses berkat distribusi barang yang semakin lancar sampai ke daerah pedesaan.
Interaksi antara pembeli dan penjual juga
menunjukkan perubahan sosial: mereka tidak hanya membeli, tetapi sambil
berbincang ringan tentang kegiatan sehari-hari, menunjukkan bahwa modernisasi
tidak menghilangkan hubungan sosial khas desa.
Saat melakukan pengamatan di Desa Kabongan Kidul, kami menemukan sebuah kegiatan sederhana yang penuh makna. Di salah satu rumah warga, kami melihat sekelompok ibu-ibu dan anak-anak sedang duduk lesehan di teras sambil menyiapkan serta menikmati makanan bersama. Suasananya terlihat hangat dan akrab, apalagi meskipun keadaan jalanan sedang basah karena hujan, mereka tetap berkumpul dengan semangat yang sama.
Karpet panjang digelar di atas lantai teras sebagai tempat mereka berkumpul. Di atasnya terlihat berbagai makanan seperti kerupuk, jeruk, dan beberapa jenis lauk yang masih dibungkus kertas minyak. Ada juga baskom dan sendok besar yang dipakai untuk membagi makanan. Sebagian ibu tampak sibuk membuka bungkus makanan, menyusun camilan, atau menyiapkan piring. Sementara yang lain duduk santai sambil ngobrol ringan membicarakan hal-hal sehari-hari seperti kegiatan rumah, anak, hingga aktivitas desa.
Anak-anak pun ikut bergabung. Ada yang bermain, ada yang ikut membantu, dan ada yang sekadar duduk mendengarkan percakapan para orang tua. Suasana seperti ini menunjukkan bahwa ruang rumah warga bisa menjadi tempat berkumpul tanpa harus ada acara resmi.
Kegiatan makan bersama seperti ini menggambarkan kuatnya budaya kebersamaan di desa. Meskipun zaman sudah berubah dan masyarakat punya banyak aktivitas modern, pola interaksi seperti ini masih bertahan. Warga tetap menjunjung tradisi gotong royong dan kebersamaan, yang menjadi ciri khas kehidupan sosial di Desa Kabongan Kidul. Bahkan di tengah pengaruh globalisasi, kegiatan sederhana seperti berkumpul, ngobrol, dan makan bersama tetap menjadi cara warga menjaga hubungan dan mempererat ikatan satu sama lain.
Dari empat pengamatan tersebut, kami melihat bahwa globalisasi masuk ke Desa Kabongan Kidul secara perlahan melalui makanan, minuman, hiburan, dan gaya hidup sehari-hari. Masyarakat tetap mempertahankan keakraban dan kehidupan sosial khas desa, tetapi pilihan mereka dalam berbelanja, bersosialisasi, hingga mendapatkan hiburan sudah dipengaruhi perkembangan zaman.
Globalisasi di desa bukan berarti meninggalkan tradisi, tetapi menyesuaikan diri dengan perubahan sambil tetap menjaga kebersamaan dan nilai lokal.
Karya 1:
Perubahan Kecil Yang Tampak Biasa Saja Membawa Dampak Besar Bagi Masyarakat
Dalam jangka waktu satu sampai dua minggu, kami melakukan pengamatan untuk menyelesaikan tugas sosiologi kami mengenai perubahan sosial dan globalisasi dengan cara mengobservasi kegiatan yang ada di Desa Tasikagung, Rembang. Kami menyaksikan beberapa aktivitas yang menunjukkan bahwa perubahan sosial tidak selalu hadir melalui pembangunan besar, teknologi canggih, atau perubahan kebijakan yang mencolok. Justru, ia muncul diam-diam di tengah kehidupan sehari-hari masyarakat.
Di setiap sudut desa, tradisi dan kebiasaan lama masih terasa hangat, tetapi kini hal tersebut berjalan berdampingan dengan pengaruh global yang masuk melalui media sosial, pasar luar daerah, dan arus informasi digital. Desa Tasikagung ini menjadi salah satu ruang pertemuan antara masa lalu dan masa kini, antara kearifan lokal dan budaya dunia, di mana masyarakat belajar menyesuaikan diri tanpa kehilangan jati diri. Observasi ini berusaha menangkap momen-momen kecil yang sering terlewat, namun justru menunjukkan bagaimana globalisasi membentuk kehidupan manusia dari level paling dekat yaitu keseharian.
Setiap pagi, pemandangan ibu-ibu yang berbelanja bahan makanan di depan rumah terasa sangat akrab dan seakan tak pernah berubah. Namun, di balik rutinitas sederhana itu sebenarnya ada banyak hal baru yang masuk perlahan. Pilihan makanan kini sudah tidak monoton karena sudah banyak resep makanan yang bisa diakses melalui sosial media. Informasi soal harga atau makanan yang sedang viral sudah bisa di dapatkan dari gawai/smartphone. Kebiasaan yang tampak biasa ini menunjukkan bagaimana pengaruh global pelan-pelan masuk ke kehidupan sehari-hari.
Setelah itu di TPI (Tempat Pelelangan Ikan), suasananya selalu ramai oleh orang-orang yang bekerja mengurus hasil tangkapan nelayan. Dari luar, ini terlihat seperti kegiatan yang sudah begini-begitu sejak lama. Tapi sebenarnya, pola kerja mereka juga terus berubah. Ikan yang dibawa nelayan tidak hanya dipasarkan untuk warga sekitar, tetapi juga akan di kirim ke luar daerah atau bahkan luar negeri. Tempat ini menjadi bukti bahwa ekonomi lokal kini terhubung dengan pasar yang lebih luas.
Menjelang siang atau sore, para bapak biasanya duduk santai di teras rumah sambil ngobrol dengan tetangga. Kebiasaan ini tetap jadi bagian hangat dari kehidupan masyarakat. Tapi isi obrolannya sudah berbeda mereka tidak hanya bercerita soal kejadian di kampung, tetapi juga membahas berita nasional atau bahkan kabar luar negeri yang mereka lihat dari ponsel. Interaksi sederhana ini menunjukkan bagaimana informasi global kini masuk ke percakapan sehari-hari tanpa terasa.
Saat sore berganti malam, lapangan mulai dipenuhi anak-anak dan remaja yang bermain bola atau basket. Dari jauh, kelihatan seperti aktivitas yang sama dari dulu. Namun cara mereka bermain dipengaruhi oleh dunia yang lebih besar. Mereka meniru gaya pemain internasional, belajar teknik dari video online, dan mengatur jadwal bermain lewat grup pesan. Lapangan akhirnya menjadi tempat bertemunya kebiasaan lokal dengan pengaruh budaya global yang ikut membentuk karakter anak muda.
Keempat gambaran ini mengingatkan kita bahwa hal-hal yang tampak “biasa saja” sebenarnya terus berubah. Perubahan sosial dan globalisasi tidak selalu datang dengan cara yang mencolok, namun tak jarang sering kali ia hadir melalui kebiasaan kecil yang kita temui setiap hari.
Kelompok
- Cliff Arga Saputra (absen)
- Mochammad Ilham (20)
- Puspita Mahannani (30)
- Tiara Yurizka Al.Hasby (36)
Evolusi Pertanian di Rembang Dari Tradisional ke Modern
Dokumen pribadi: Terlihat orang sedang membajak sawah
Dulu, pemandangan sawah di Rembang tidak lengkap tanpa petani yang turun ke ladang bersama kerbau atau sapi untuk membajak tanah. Cara tradisional ini telah digunakan selama puluhan tahun dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Bagi sebagian orang, suara lonceng pada kerbau dan aroma tanah basah yang baru dibajak menghadirkan nostalgia tersendiri, karena mencerminkan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Namun, seiring berjalannya waktu dan masuknya berbagai inovasi teknologi, praktik pertanian di Rembang mulai mengalami transformasi besar. Petani tidak lagi sepenuhnya mengandalkan tenaga hewan, tetapi telah beralih menggunakan mesin-mesin pertanian modern seperti traktor dan kultivator. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi kerja, tetapi juga memungkinkan pembajakan dilakukan lebih cepat dan merata.
Peralihan dari cara tradisional ke metode modern membawa banyak manfaat nyata. Petani dapat menghemat waktu dan tenaga, sehingga memiliki kesempatan untuk fokus pada perawatan tanaman, pemupukan, atau pengelolaan lahan lainnya. Selain itu, penggunaan mesin membuat proses pengolahan tanah menjadi lebih presisi, yang pada akhirnya berdampak positif pada kualitas dan kuantitas hasil panen.
Di Rembang saat ini, kita dapat melihat bagaimana pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi turut membentuk wajah baru sektor pertanian. Petani-petani modern semakin terbuka terhadap penggunaan alat-alat canggih, dan hal ini menjadi langkah penting menuju pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan. Ke depannya, menarik untuk ditunggu bagaimana inovasi baru akan terus memperkuat ketahanan pangan serta meningkatkan kesejahteraan para petani di Rembang.
Kelompok kami menyimpulkan bahwa peralihan dari pertanian tradisional ke modern di Rembang sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Meski cara tradisional memiliki nilai budaya, teknologi memberikan manfaat lebih besar dalam jangka panjang. Dengan bantuan mesin, petani dapat bekerja lebih cepat.
Anggota kelompok:
1.Akhwan Khorul A.(05)
2.Aryo Dimaz P.(09)
3.Machmadah ‘Ulyaa Syafiiqoh (19)
4.M. Afiq(22)
Perubahan sosial yang terjadi pada generasi muda saat ini membawa dampak besar terhadap keberlangsungan budaya lokal. Seiring perkembangan teknologi dan globalisasi, perhatian anak muda lebih banyak tertuju pada tren modern, hiburan digital, dan budaya populer dari luar negeri. Kondisi ini membuat nilai-nilai tradisional yang dulu dijunjung tinggi oleh masyarakat perlahan mulai terkikis. Salah satu budaya yang terdampak cukup signifikan adalah kesenian ketoprak, sebuah seni pertunjukan tradisional yang sarat nilai sejarah, moral, dan kearifan lokal.
Dahulu, ketoprak menjadi salah satu hiburan favorit masyarakat, terutama di daerah Jawa. Pertunjukan ketoprak mampu menarik perhatian berbagai kalangan, dari anak-anak hingga orang dewasa, karena penyajiannya yang hidup dan penuh pesan. Namun, kini peminat kesenian tersebut semakin menurun drastis. Generasi muda cenderung menganggap ketoprak sebagai hiburan kuno yang tidak lagi relevan dengan kehidupan mereka. Hal ini menjadi salah satu penyebab semakin sedikitnya penonton dan pelaku seni ketoprak yang bertahan.
Minimnya minat generasi muda terhadap ketoprak tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup, tetapi juga kurangnya ruang dan kesempatan untuk berinteraksi dengan budaya tradisional. Sekolah dan lingkungan sosial lebih banyak menekankan perkembangan teknologi dan akademik, sementara kegiatan yang berhubungan dengan seni tradisional semakin jarang diangkat. Akibatnya, generasi muda tumbuh tanpa mengenal atau memahami makna penting kesenian ketoprak bagi identitas budaya mereka. Inilah yang akhirnya mempercepat proses pelupaan terhadap budaya warisan leluhur.
Jika keadaan ini dibiarkan, keberadaan ketoprak sebagai bagian penting dari budaya lokal bisa hilang ditelan zaman. Oleh karena itu, perlu adanya upaya bersama antara pemerintah, lembaga pendidikan, komunitas seni, dan masyarakat untuk menghidupkan kembali ketertarikan generasi muda terhadap kesenian tradisional. Melalui inovasi penyajian, pemanfaatan media digital, serta edukasi budaya sejak dini, ketoprak masih berpeluang untuk kembali dikenal dan dicintai. Dengan begitu, generasi muda tidak hanya menikmati hiburan modern, tetapi juga tetap menghargai dan melestarikan kekayaan budaya daerahnya.
Anggota kelompok ;
1. Safa Helsa Labibah (33)
2. Afif Nurhidayat (01)
3. Devin Setyawan T (12)
4.Ahmad Sihabudin (03)
Dalam observasi yang kami lakukan selama dua minggu di Desa Ketanggi, RT 02/RW 01, Kecamatan Rembang, sore hari menjadi waktu yang paling sering memperlihatkan aktivitas warga. Pada salah satu sore tersebut, ibu-ibu RT 02 tampak berkumpul untuk mengadakan rapat rutin yang dipimpin oleh Ibu RT selaku koordinator kegiatan perempuan. Pertemuan ini membahas berbagai hal terkait perbaikan lingkungan dan kebutuhan warga di wilayah mereka.
Salah satu topik utama dalam rapat tersebut adalah rencana menabung bersama untuk membeli seragam baru yang akan dipakai dalam kegiatan RT sekaligus menunjang berbagai kegiatan warga di lingkungan sekitar. Kegiatan ini menunjukkan bagaimana ibu-ibu RT 02 mulai menerapkan cara kerja yang lebih teratur dan terencana, sebagai bagian dari adaptasi warga di era globalisasi. Dari pengamatan kami, ibu-ibu RT 02 terlihat cukup aktif dan teratur dalam mengurus wilayahnya. Kegiatan seperti menabung bersama, membuat rencana, hingga membicarakan kebutuhan RT menunjukkan bahwa mereka punya cara kerja yang lebih rapi dibandingkan RT lain yang tidak memiliki kegiatan serupa.
Aktivitas seperti ini juga memperlihatkan bahwa masyarakat desa ikut mengalami perkembangan dalam cara mereka mengatur kegiatan. Jika dulu banyak hal dilakukan secara spontan, kin mereka mulai menyusun rencana bersama dan membuat kebiasaan-kebiasaan baru yang lebih teratur. Kebiasaan baru ini mencerminkan adaptasi warga yang lebih teratur sekaligus pengaruh pola pikir modern di era globalisasi. Meski begitu, suasana kekeluargaan dan kebersamaan tetap terasa karena semua keputusan dibicarakan lewat musyawarah.
Rapat rutin ibu-ibu RT 02 ini bukan sekadar pertemuan, tetapi menjadi contoh sederhana bagaimana warga dapat menjaga kebersamaan sambil menerapkan cara-cara baru yang lebih teratur. Diharapkan kegiatan seperti ini dapat diikuti oleh ibu-ibu RT lain di Desa Ketanggi, sehingga suasana saling mendukung, keterlibatan warga, dan perhatian terhadap lingkungan dapat dirasakan secara lebih luas oleh seluruh warga desa.
Anggota Kelompok:
1. Anastasya Qorri Aina (06)
2. Anik Indasyah (08)
3. Nafisa Silvi Oktaviani (25)
4. Syiva Auliya Ikhyarunnisa (35)
Analisis
Aktivitas Masyarakat
Desa Waru
Dokumentasi
Pribadi Afni : Ibu-Ibu sedang melakukan kegiatan rutinan Al-Berjanji
Setiap malam Senin, saya mengamati para ibu-ibu tetangga berkumpul di rumah warga yang telah dijadwalkan sebagai tempat pelaksanaan Al-Berjanji. Mereka datang dengan busana muslim rapi sambil membawa kitab Berzanji, lalu duduk melingkar di ruang tamu yang telah disiapkan. Kegiatan dimulai setelah salat Isya dengan pembacaan salawat dan pujian kepada Nabi Muhammad SAW secara bergantian, menggunakan irama yang teratur dan penuh kekhidmatan. Suasana terasa tenang ,hanya terdengar lantunan bacaan serta sesekali suara halaman kitab yang dibalik. Setelah selesai, mereka mendengarkan tausiah singkat dari ibu yang lebih senior, lalu menutup kegiatan dengan doa bersama. Tuan rumah kemudian menyajikan kudapan sederhana sebagai bentuk ramah tamah. Pada bagian akhir kegiatan, saya melihat para ibu berdiskusi untuk menentukan rumah yang akan digunakan minggu berikutnya, sekaligus melakukan penarikan iuran rutin sebesar Rp3.000 sebagai dukungan kelancaran kegiatan. Kegiatan ini bukan hanya menjadi sarana ibadah, tetapi juga mempererat hubungan sosial dan kekompakan warga.
Dokumentasi Pribadi Earlene : guru
dan anak-anak TK sedang jalan-jalan bersama
Pada hari Sabtu, 22 November 2025, sekelompok anak-anak TK lewat di depan rumah saya. Mereka berjalan berbaris sambil memakai seragam oranye dan membawa tas kecil di punggung. Di depan rombongan, gurunya memimpin langkah mereka sambil sesekali memperhatikan anak-anak di belakang. Ada yang tampak ngobrol pelan dengan temannya, ada juga yang hanya mengikuti barisan dengan tenang. Pemandangannya sederhana, tapi menyenangkan melihat mereka berjalan bersama melewati rumah-rumah di sekitar.
Dokumentasi Pribadi Laila : ibu-ibu sedang berbincang-bincang
Hampir
setiap sore saya sering melihat ibu-ibu yang berkumpul untuk berbincang satu
sama lain. Mereka biasanya berkumpul di warung yang ada di samping rumah saya.
Sambil ngobrol, mereka membeli jajanan seperti gorengan, es, atau camilan kecil
lainnya. Kadang mereka datang satu per satu, tapi begitu ada yang mulai duduk,
yang lain ikut merapat dan suasananya langsung ramai.
Walaupun terlihat seperti ngobrol santai, kegiatan ini sebenarnya mencerminkan kedekatan dan kebersamaan antarwarga. Di warung itu mereka bisa saling curhat, bertukar kabar, dan melepas lelah setelah seharian bekerja di rumah. Sederhana, tapi dari kebiasaan itulah suasana lingkungan jadi lebih hangat dan saling mengenal.
Dokumentasi Pribadi Naya : anak-anak sedang bermain bersama di depan rumah
di sore hari, ada anak-anak bermain
dengan penuh semangat di gang depan rumah, sore yang mulai sejuk membuat suasana terasa nyaman mereka bisa
bebas berlari dan bergerak tanpa merasa kepanasan ada anak yang sedang melihat
ke atas sementara anak-anak yang lain ada yang sedang berjalan sama dan saling
mengobrol ada juga yang menonton permainan di samping meskipun sederhana tempat
itu cukup luas bagi mereka untuk bermain kejar-kejaran dan
lompat-lompatan.meskipun tanpa permainan khusus mereka tetap terlihat senang
sekedar berlarian bercanda atau mengikuti arah teman sudah cukup membuat surat
itu terasa menyenangkan kebersamaan itulah yang membuat momen bermain di sore
hari begitu hangat dan menyenangkan