Rabu, 07 Maret 2018

Perjalanan Rebon

Rebon hasil tangkapan warga Desa Banyudhono, Rembang
Rebon adalah sejenis udang. Namun yang membedakannya dengan udang biasa adalah ukurannya yang memang sangat kecil. Bahkan untuk ukuran udang yang sudah tua sekali pun masih sangat mungil. Mungkin inilah yang dikatakan sok-imut, 😀. Ya...setidaknya inilah definisi rebon menurut pandangan saya :)
Cara menangkapnya pun berbeda dengan apa yang sudah pernah saya lakukan, yaitu menangkap udang satu persatu. Kegiatan ini dilakukan di sungai dekat rumah tinggal bersama-sama teman yang lain. Karena jumlahnya yang relatif sedikit, maka kegiatan menangkap satu persatu pun dapat dilakukan. 
Nah, berbeda dengan Si Udang Imut ini, karena ukurannya sangat kecil maka tidak mungkin menangkapnya dengan cara manual (tanpa alat, yaitu satu persatu). Bisa-bisa tidak akan mendapatkan satu ekor pun. Menurut informasi yang didapat, cara menangkap Si Imut ini adalah dengan menggunakan alat seperti jala, tapi jala yang spesial. Spesial karena ukuran kerapatan antar benangnya harus sangat rapat. 
Keunikan lainnya adalah  cara menebar jala, jala yang telah disiapkan sebelumnya tidaklah ditebarkan layaknya para nelayan kebanyakan. Melainkan dengan cara didorong atau ditarik. Lho....sebuah jala kok ditarik atau didorong?? Ya...memang harus seperti itu, sebab cara menangkap Si Imut itu adalah dengan berjalan kaki. Soalnya, rumah tinggal Si Imut tidaklah jauh dari bibir pantai.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa tidak menggunakan perahu saja? Kayaknya hal itu tidak akan dilakukan oleh masyarakat pemburu Si Imut, dengan alasan masih dapat dijangkau dengan cara berjalan kaki. Meskipun dalam terjangan ombak. Alasan lain yaitu karena relatif dangkalnya rumah tinggal Si Imut.
Karena harus berjalan di air laut, maka memerlukan tenaga yang tidak sedikit. Selain karena ada arus ombak, ditambah lagi karena ada endapan lumpur yang menghambat langkah kaki Sang Nelayan. Bahkan lumpur tersebut, bisa sampai kurang lebih 80-an cm dalamnya. Bayangkan saja berjalan dilumpur sedalam itu. Bisa-bisa tidak sampai ditempat tujuan karena lelah dan penatnya kaki untuk melangkah. 
Seperti diutarakan barusan bahwa cara yang diterapkan untuk menangkap Si Imut ini adalah dengan berjalan kaki, maka modifikasi jala pun harus dilakukan. Yaitu jala yang digunakan harus diberi sebatang kayu di kiri dan kanannya. Selain untuk mempermudah menarik atau mendorong, juga dapat sebagai pemberat arus ombak yang menerjang jala tersebut. Agar jala yang digunakan tidak terlalu terseret ombak. 
Menurut masyarakat Banyudhono profesi ini tidak semua nelayan menyukainya, di desa ini hanya terdapat dua orang saja yang melakukannya. Menurut mereka pekerjaan yang satu ini terlalu banyak memakan tenaga dan cara pengolahannya yang sangat memakan waktu dan tenaga pula. 

Sumber: hasil wawancara dengan warga Desa Banyudhono.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar