Kamis, 15 Maret 2018

Sentilan Seorang Siswa

Cuaca siang itu sangatlah bersahabat. Udara yang menyapa begitu panas menyengat, tamparan matahari pun tak mau kalah. Dan akhirnya aroma khas tubuh yang dibawa dari lahir pun bermunculan, kebanyakan orang menyebutnya keringat. Aroma ini begitu khas dimiliki setiap orang, inilah anugrah Tuhan yang sungguh luar biasa. Eit...kok sampai membahas itu y, padahal pinginnya tidak bahas itu.
Okay to the point. Siang itu sudah hampir habis waktu perjumpaan, diwaktu-waktu akhir kami selingi dengan mengungkapkan berbagai permasalahan yang remeh temeh. Sebab jika membahas hal yang serius tak akan menyenangkan. Kamipun sampai disebuah statement bahwa film/drama yang berasal dari negeri tetangga tidaklah bagus. Dan seperti yang sudah di duga sebelumnya, hal itu memunculkan tidak sedikit kontra. 
Sebenarnya pro dan kontra, berawal dari suka atau tidak suka. Lha wong startnya aja sudah beda je. Ya,,,,otomatis pandangan akhirnya akan berbeda pula. Iya to.. :)
Yang pro, beranggapan bahwa acara itu tidaklah mendidik. Tidak ada unsur pendidikannya sekali pun, bahkan lebih banyak tidak mendidiknya. Tambah mereka, acara itu hanya menampilkan minimnya berpakaian, hanya sekadar cantik dan ganteng, menampilkan potongan rambut yang aneh, dan sebagainya. Yang pasti itu ala (ciri khas) mereka, para pemain dalam acara tersebut yang notabene berasal dari luar negeri. 
Sedangkan yang pro, berpendapat bahwa acara itu bagus. Dan point yang penting dari itu semua adalah "kita bisa mengambil yang positif dan membuang yang negatif". 
Sampai titik ini, saya tertegun. Salut. Inilah 'anak zaman now'. Bisa juga idealis seperti itu. Tapi pertanyaan yang muncul kemudian adalah sejauh mana hal yang positif diambil? Bukankah selama ini (yang terlihat) hanyalah copy-paste saja? Maaf bukannya saya mamatikan kesenangan mereka, tapi hanya sekadar menanyakan kembali.
Karena durasi yang semakin menipis, maka saya pun berusaha masuk dalam diskusi mereka. Dan inilah saatnya menggugah pikiran dan pandangan mereka. Pikirku saat itu!
Saya awali dengan, jikalau menonton sebuah acara apa kalian melihat segi edukasinya? Apakah acara itu memberi kita sebuah pengetahuan? Tentang bagaimana cara kita memperoleh ilmu pengetahuan? Apakah mengajari kita berpikir logis rasional? Apakah memberi kita suatu cara pemecahan masalah yang sedang dihadapi dengan jalan logika? Jika tidak maka hanya angan-angan kosong yang ditampilkan.
Kemudian saya berusaha memberikan contoh sebuah film. Dalam film itu diceritakan bahwa semua masalah yang dihadapi berusaha dicari jawabannya dengan cara membaca buku (meskipin sudah usang), bahkan dalam film itu diceritakan pula kebiasaan mereka sedari kecil hidup dengan buku (dikamar terdapat perpustakaan mini), hidup dengan teknologi, dan lain sebagainya. Saya pun berusaha memberikan contoh lain, yaitu sebuah film kartun. Dalam film itu diceritakan tokoh utama berusia kanak-kanak, dan kebiasaan dalam kelas tersebut adalah mempresentasikan liburan akhir pekan mereka. Jika menginjak usia agak besar (sekitar SMP), maka tugasnya adalah menuliskan sebuah cerita tentang kegiatan akhir pekan. Jika telah dewasa, maka tugasnya adalah membuat dan bahkan menemukan inovasi. Trus kita disini baru tahap apa? Berceritakah? Menuliskah? Menelitikah?
Yang bisa kita petik dari cerita ini yaitu...
Perlu Kecerdasan dan Penyaringan Ekstra Ketat untuk Menikmati Sajian Media Sosial.
Jangan hanya berpedoman "biar up-to-date" atau hanya ingin "biar kayak teman-teman yang lain" atau hanya sekadar mematahkan "saya bukan termasuk orang jadul".

#Berpikir global, bertindak lokal.
#Pendidikan karakter bangsa sendiri.
#Budaya bangsa sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar