Dokumen pribadi: seorang laki-laki (suami) sedang menjemur pakaian |
Keluarga
terbentuk karena adanya hubungan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Memutuskan
untuk menikah adalah suatu pilihan yang harus dipertimbangkan secara seksama,
sebab menyangkut kehidupan kedepannya kelak. Selain itu, menikah juga melibatkan
banyak pihak. Tidak hanya kedua mempelai saja.
Sepakat
membentuk sebuah keluarga merupakan langkah besar bagi setiap individu, sebab
akan menapaki jenjang kehidupan yang lebih “riil” dari sebelumnya.
Langkah besar,
sebab masing-masing individu membawa budaya yang telah dipelajari dan dijadikan
indentitas diri selama bertahun tahun.
Sebenarnya,
tidak mudah memadukan yang terakhri ini. Apalagi ditambah pemahaman keliru
tentang keyakinan-keyakinan tertentu. Jika masing-masing pihak tidak mau membuka
diri tentang budaya dan keyakinan, maka keluarga yang baru saja dimulai akan
berhadapan dengan badai yang luar biasa. Badai akan semakin besar jika masing
masing keluarga sama sama “ngotot” dengan kebenaran yang telah diyakininya.
Untuk
meminimalisir hal tersebut, maka perlu adanya komunikasi diantara kedua belah
pihak. Dengan komunikasi dan saling terbuka diharapkan aka nada saling memahami
sudut pandang kedua belah pihak.
Jika sudah
saling memahami, maka segala yang dilakukan tidak akan ada saling curiga,
apalagi penindasan atau kekerasan dari kedua belah pihak, atau bahkan dalam
penerapan peran gender dalam berbagai aktivitas keluarga.
Untuk
meminimalisir kekerasan berbasis gender, selain komunikasi, terdapat hal lain
yang tak kalah pentingnya yaitu praktik atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
Menerapkan kesetaraan gender dalam keseharian sangatlah penting, sebab kecenderungan
manusia akan lebih cepat belajar pada contoh nyata daripada hanya sekadar teori
atau penyuluhan.
Penerapan
kesetaraan gender dalam keluarga, dapat dimulai dengan pembagian tugas “melanggar
norma yang selama ini dijalankan oleh masyarakat” bagi anggota keluarga.
Misalnya, seorang suami mencuci pakaian sedangkan ibu memasak makanan untuk
anggota keluarga lainnya. Kakak perempuan membersihkan perabot rumah, sedang
adik laki-laki menyapu lantai.
Strategi pembelajaran gender hendaknya dimulai sejak dini. Dengan Si Anak mengenal berbagai hal tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dikerjakan oleh seseorang, maka ia akan terbiasa dan bahkan dapat beradaptasi dengan mudah di masyarakat nantinya.
Dokumen pribadi: seorang anak laki-laki sedang menyapu lantai |
Untuk menghindari kebosanan para anggota keluarga, maka berbagai tugas tersebut dapat dilakukan berjangka waktu. Artinya, penerapan tugas untuk masing-masing anggota keluarga dapat diganti setiap hari atau setiap dua hari sehari.
Selain itu, dapat
juga diterapkan dengan sistem acak sesuai kebutuhan. Maksudnya adalah jenis
pekerjaan apa yang belum dikerjakan oleh anggota keluarga, maka anggota
keluarga yang lain dapat mengerjakannya.
Dengan
menerapkan kebiasaan tersebut, maka bagi Si Pelaku (anggota keluarga) tidak
akan merasa melanggar norma masyarakat. Bahkan dapat menjadi contoh dan sekaligus
membuka pandangan baru bagi masyarakat sekitar. Dengan semakin terbukanya
pandangan masyarakat perihal kesetaraan gender, diharapkan masyarakat luas
mampu memilah dan memilih pekerjaan mana yang dapat dikerjakan oleh siapa.
Dengan
demikian, maka dapat dilihat bahwa peran keluarga sangat penting bagi
terciptanya persamaan gender di lingkup keluarga, bahkan dalam lingkup
masyarakat yang lebih luas. Jadi dengan menerapkan persamaan gender sejak dini
(dalam keluarga) diharapkan kekerasan berbasis gender diberbagai lini kehidupan
dapat dihilangkan.
BERSAMA KITA LAWAN KEKERASAN BERBASIS GENDER,
UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK.
BERSAMA KITA KUAT!!!
BERSAMA PASTI BISA!!!
---Semoga Bermanfaat---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar