Laporan Pengamatan
1. Judul : Eksistensi Komunitas Lokal di tengah era
globalisasi
2. Identitas : nama saya
3. Hari/ Tanggal : senin-sabtu, 21-27 oktober 2018
4. Waktu : 07.00-18.00
5. Tujuan : mengetahui berbagai macam komunitas local
yang ada di desa sumber
6. Lokasi : Dukuh Kepatihan Desa Sumber Rt.03 Rw.02
Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang
7. Hal yang diamati : kehidupan masyarakat Dukuh
Kepatihan
Eksistensi Komunitas Lokal Di Tengah Era Globalisasi
Secara administrasi Desa Sumber merupakan bagian
dari Kabupaten Rembang. Desa tersebut berada di paling Barat Kabupaten Rembang, yang
berbatasan langsung dengan Desa Watur (Kabupaten Pati). Batas wilayah dari Desa
Sumber yaitu sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sekarsari, sebelah Selatan berbatasan dengan Tlogotunggal, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Polbayem, sebelah Barat dengan Desa Watur.
Memasuki Desa Sumber kita akan menemui pemandangan yang hampir sama dengan desa-desa lain di Kabupaten Rembang. Pertama kali masuk desa ini kita akan disuguhi sederetan rumah yang berdiam di sepanjang jalan. Nampak deretan rumah yang sangat rapih berjajar di samping kiri-kanan jalan. Bentuk bangunan yang dihadirkan masyarakatnya relatif sama yaitu sudah berbahan baku batu bata alias sudah tembok alias sudah permanen. Hal ini menunjukkan kesejahteraan masyarakat penghuninya yang semakin mapan.
Kesejahteraan tersebut nampak pula ketika kita tengok jalan yang melintas di Desa Sumber ini, keadaan jalan sudah bagus yaitu sudah berwarna hitam dan keras alias sudah beraspal. Selain jalan utama yang beraspal, tak luput pula jalan penghubung antar gang. Jadi kita tidak akan khawatir lagi jika akan berkunjung ke tempat saudara atau teman yang rumahnya terletak di belakang rumah tetangganya. Kondisi jalan dan gang tersebut sudah merata disetiap RT yang berada di bawah kepemimpinan Desa Sumber.
Desa Sumber membawahi 10 dukuh, salah satunya adalah Dukuh Kepatihan. Dukuh ini berada di RT 03 dan RW 02. Dukuh Kepatihan merupakan sebuah dukuh yang memiliki luas wilayah kecil dibandingkan dengan dukuh-dukuh lain di Desa Sumber. Luas wilayah Dukuh Kepatihan kurang lebih 300 m2.
Luas wilayah Dukuh Kepatihan yang relatif kecil ini diperkuat ketika kita melihat jumlah rumah tinggal penduduknya, yaitu hanya 38 KK. Penduduk Dukuh Kepatihan rata-rata bermatapencaharian sebagai petani. Petani tadah hujan tentunya.
Keadaan tanah di Dukuh Kepatihan sangat keras. Hal ini terlihat ketika musim kemarau melanda, terlihat retakan di sana-sini tanah pertanian yang dimiliki warga. Masyarakat Dukuh Kepatihan menyebutnya sebagai telo. Telo ini kadang sampai satu meter dalamnya, dan lebar bisa sampai 20 sentimeter. Meskipun demikian keadaanya masyarakat Dukuh Kepatihan tetap mempertahankan bertani sebagai mata pencaharian utamanya. Sebab keadaan tersebut akan berubah 180 derajat ketika musim penghujan datang.
Jika musim penghujan telah mulai. Biasanya masyarakat Dukuh Kepatihan menanam padi sebagai tanaman utama tanah pertaniannya. Jenis tanaman padi yang ditanam di area pertanian pun berbeda-beda. Ada yang jenis padi ketan, enam empat, dan sebagainya.
Selain memanfaatkan tanah pertanian sebagai lahan pertanian padi, masyarakat Dukuh Kepatihan juga memanfaatkan pula dengan menanam jenis tanaman lain. Yaitu tembakau. Jenis tanaman ini ditanam ketika musim kemarau datang. Jadi tanah pertanian yang dimiliki masyarakat Dukuh Kepatihan tidak berhenti berproduksi dalam satu tahun.
Hal ini berbeda ketika sebelum diperkenalkan tanaman tembakau sebagai tanaman musim kemarau oleh pemerintah daerah dan perusahaan Sadana. Seperti yang diutarakan oleh Pak Seno, "mbiyen ya ora ngene mas. Mbiyen nek pas ketiga ya ora bisa nandur apa-apa. Sawah diumbar bero" (kalau zaman dahulu ya tidak seperti ini mas. Dahulu kalau musim kemarau tidak bisa menanam apapun. Sawah dibiarkan begitu saja).
Selain ditanami berbagai jenis tanaman pangan, masyarakat Dukuh Kepatihan juga menanam jenis tanaman lain yaitu tebu. Biasanya jenis tanaman tebu ini di tanam oleh masyarakat luar dukuh. Hal ini dikarenakan oleh masa panen yang lama, yaitu satu tahun sekali. Selain itu, luas tanah yang harus lebih luas dibandingkan dengan tanah pertanian padi atau palawija.
Mata pencaharian masyarakat Dukuh Kepatihan tidak hanya sebagai petani, namun juga ada yang bermata pencaharian lain. Misalnya, sebagai tukang las, membuka toko kelontong, penjahit, sopir angkot, membuka warung makan, pembuat batu bata, dan jual-beli hewan ternak.
Desa Sumber membawahi 10 dukuh, salah satunya adalah Dukuh Kepatihan. Dukuh ini berada di RT 03 dan RW 02. Dukuh Kepatihan merupakan sebuah dukuh yang memiliki luas wilayah kecil dibandingkan dengan dukuh-dukuh lain di Desa Sumber. Luas wilayah Dukuh Kepatihan kurang lebih 300 m2.
Luas wilayah Dukuh Kepatihan yang relatif kecil ini diperkuat ketika kita melihat jumlah rumah tinggal penduduknya, yaitu hanya 38 KK. Penduduk Dukuh Kepatihan rata-rata bermatapencaharian sebagai petani. Petani tadah hujan tentunya.
Keadaan tanah di Dukuh Kepatihan sangat keras. Hal ini terlihat ketika musim kemarau melanda, terlihat retakan di sana-sini tanah pertanian yang dimiliki warga. Masyarakat Dukuh Kepatihan menyebutnya sebagai telo. Telo ini kadang sampai satu meter dalamnya, dan lebar bisa sampai 20 sentimeter. Meskipun demikian keadaanya masyarakat Dukuh Kepatihan tetap mempertahankan bertani sebagai mata pencaharian utamanya. Sebab keadaan tersebut akan berubah 180 derajat ketika musim penghujan datang.
Jika musim penghujan telah mulai. Biasanya masyarakat Dukuh Kepatihan menanam padi sebagai tanaman utama tanah pertaniannya. Jenis tanaman padi yang ditanam di area pertanian pun berbeda-beda. Ada yang jenis padi ketan, enam empat, dan sebagainya.
Selain memanfaatkan tanah pertanian sebagai lahan pertanian padi, masyarakat Dukuh Kepatihan juga memanfaatkan pula dengan menanam jenis tanaman lain. Yaitu tembakau. Jenis tanaman ini ditanam ketika musim kemarau datang. Jadi tanah pertanian yang dimiliki masyarakat Dukuh Kepatihan tidak berhenti berproduksi dalam satu tahun.
Hal ini berbeda ketika sebelum diperkenalkan tanaman tembakau sebagai tanaman musim kemarau oleh pemerintah daerah dan perusahaan Sadana. Seperti yang diutarakan oleh Pak Seno, "mbiyen ya ora ngene mas. Mbiyen nek pas ketiga ya ora bisa nandur apa-apa. Sawah diumbar bero" (kalau zaman dahulu ya tidak seperti ini mas. Dahulu kalau musim kemarau tidak bisa menanam apapun. Sawah dibiarkan begitu saja).
Selain ditanami berbagai jenis tanaman pangan, masyarakat Dukuh Kepatihan juga menanam jenis tanaman lain yaitu tebu. Biasanya jenis tanaman tebu ini di tanam oleh masyarakat luar dukuh. Hal ini dikarenakan oleh masa panen yang lama, yaitu satu tahun sekali. Selain itu, luas tanah yang harus lebih luas dibandingkan dengan tanah pertanian padi atau palawija.
Mata pencaharian masyarakat Dukuh Kepatihan tidak hanya sebagai petani, namun juga ada yang bermata pencaharian lain. Misalnya, sebagai tukang las, membuka toko kelontong, penjahit, sopir angkot, membuka warung makan, pembuat batu bata, dan jual-beli hewan ternak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar