Rabu, 17 Februari 2021

Perbedaan Stratifikasi Sosial dan Diferensiasi Sosial

Perbedaan masyarakat secara vertikal –sebagaimana dikemukakan oleh Nasikun- disebut stratifikasi sosial, sedangkan perbedaan masyarakat secara horizontal disebut diferensiasi sosial. Stratifikasi sosial muncul karena ketimpangan distribusi dan kelangkaan barang berharga yang dibutuhkan masyarakat, seperti uang, kekuasaan, pendidikan, keterampilan, dan semacamnya. Sementara itu, diferensiasi sosial muncul karena pembagian kerja, perbedaan agama, ras (pengelompokan individu atas dasar ciri fisik), etnis (pengelompokan individu atas dasar ciri persamaan kebudayaan, seperti bahasa, adat, sejarah, sikap, wilayah), atau perbedaan jenis kelamin.

Di dalam stratifikasi sosial, hubungan antarkelas dalam banyak hal cenderung tidak seimbang –dimana ada pihak tertentu yang lebih dominan dan berkuasa daripada pihak yang lain. Sementara itu, di dalam diferensasiasi sosial yang dipersoalkan bukanlah apakah antara berbagai kelompok (bukan antara berbagai kelas) itu seimbang atau tidak, melainkan yang lebih ditekankan bahwa masyarakat pada dasarnya bersifat pluralistik dan di dalam terdapat sejumlah perbedaan.

Secara normatif, di dalam diferensiasi sosial, memang hak dan kewajiban antara kelompok yang satu dengan yang lain relatif sama di mata hukum. Tetapi, bagaimanapun harus diakui bahwa di dalam kenyataan yang terjadi diferensiasi sosial umumnya selalu tumpang tindih dengan stratifikasi sosial.

Hubungan antarkelompok dalam diferensiasi sosial –entah itu atas dasar perbedaan profesi, ras, etnis, agama, atau jenis kelamin- selalu tidak pernah netral dari dimensi-dimensi stratifikasi sosial. Hak dan kewajiban seorang buruh dan majikan, misalnya, di mata hukum secara normatif sama. Tetapi, karena antara keduanya dari segi kekuasaan dan ekonomi jauh berbeda, maka pola hubungannya pun menjadi tidak seimbang. Seorang majikan, jelas posisinya akan lebih dominan dan berhak memerintah para buruhnya. Sebaliknya, para buruh akan selalu bersikap hormat kepada majikan yang membayarnya. Memperoleh upah yang layak, misalnya, secara hukum adalah hak kaum buruh. Namun, karena para buruh itu menyadari bahwa mencari pekerjaan itu susah dan tidak memiliki alternatif untuk bekerja di sektor lain, maka sering kita temui banyak kaum buruh relatif bersikap pasrah begitu saja –kendati diberi upah di bawah KUM (Kententuan Upah Minimum).

Jadi, antara stratifikasi social dan diferensiasi social tidak bisa dipisahkan. Keduanya, berjalan beriringan, saling tumpang tindih.

Sumber:
Narwoko, J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2015. SOSIOLOGI: TEKS PENGANTAR DAN TERAPAN. Jakarta: Prenadamedia Group. (hal:194-195)
      


Kamis, 03 Desember 2020

Keluarga Sebagai Agen Sosialisasi Kesetaraan Gender

 

Dokumen pribadi: seorang laki-laki (suami) sedang menjemur pakaian

Keluarga terbentuk karena adanya hubungan pernikahan antara laki-laki dan perempuan. Memutuskan untuk menikah adalah suatu pilihan yang harus dipertimbangkan secara seksama, sebab menyangkut kehidupan kedepannya kelak. Selain itu, menikah juga melibatkan banyak pihak. Tidak hanya kedua mempelai saja.

Sepakat membentuk sebuah keluarga merupakan langkah besar bagi setiap individu, sebab akan menapaki jenjang kehidupan yang lebih “riil” dari sebelumnya.

Langkah besar, sebab masing-masing individu membawa budaya yang telah dipelajari dan dijadikan indentitas diri selama bertahun tahun.

Sebenarnya, tidak mudah memadukan yang terakhri ini. Apalagi ditambah pemahaman keliru tentang keyakinan-keyakinan tertentu. Jika masing-masing pihak tidak mau membuka diri tentang budaya dan keyakinan, maka keluarga yang baru saja dimulai akan berhadapan dengan badai yang luar biasa. Badai akan semakin besar jika masing masing keluarga sama sama “ngotot” dengan kebenaran yang telah diyakininya.

Untuk meminimalisir hal tersebut, maka perlu adanya komunikasi diantara kedua belah pihak. Dengan komunikasi dan saling terbuka diharapkan aka nada saling memahami sudut pandang kedua belah pihak.

Jika sudah saling memahami, maka segala yang dilakukan tidak akan ada saling curiga, apalagi penindasan atau kekerasan dari kedua belah pihak, atau bahkan dalam penerapan peran gender dalam berbagai aktivitas keluarga.

Untuk meminimalisir kekerasan berbasis gender, selain komunikasi, terdapat hal lain yang tak kalah pentingnya yaitu praktik atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Menerapkan kesetaraan gender dalam keseharian sangatlah penting, sebab kecenderungan manusia akan lebih cepat belajar pada contoh nyata daripada hanya sekadar teori atau penyuluhan.

Penerapan kesetaraan gender dalam keluarga, dapat dimulai dengan pembagian tugas “melanggar norma yang selama ini dijalankan oleh masyarakat” bagi anggota keluarga. Misalnya, seorang suami mencuci pakaian sedangkan ibu memasak makanan untuk anggota keluarga lainnya. Kakak perempuan membersihkan perabot rumah, sedang adik laki-laki menyapu lantai.

Strategi pembelajaran gender hendaknya dimulai sejak dini. Dengan Si Anak mengenal berbagai hal tentang apa saja yang boleh dan tidak boleh dikerjakan oleh seseorang, maka ia akan terbiasa dan bahkan dapat beradaptasi dengan mudah di masyarakat nantinya.

Dokumen pribadi: seorang anak laki-laki sedang menyapu lantai

Untuk  menghindari kebosanan para anggota keluarga, maka berbagai tugas tersebut dapat dilakukan berjangka waktu.  Artinya, penerapan tugas untuk masing-masing anggota keluarga dapat diganti setiap hari atau setiap dua hari sehari.

Selain itu, dapat juga diterapkan dengan sistem acak sesuai kebutuhan. Maksudnya adalah jenis pekerjaan apa yang belum dikerjakan oleh anggota keluarga, maka anggota keluarga yang lain dapat mengerjakannya.

Dengan menerapkan kebiasaan tersebut, maka bagi Si Pelaku (anggota keluarga) tidak akan merasa melanggar norma masyarakat. Bahkan dapat menjadi contoh dan sekaligus membuka pandangan baru bagi masyarakat sekitar. Dengan semakin terbukanya pandangan masyarakat perihal kesetaraan gender, diharapkan masyarakat luas mampu memilah dan memilih pekerjaan mana yang dapat dikerjakan oleh siapa.

Dengan demikian, maka dapat dilihat bahwa peran keluarga sangat penting bagi terciptanya persamaan gender di lingkup keluarga, bahkan dalam lingkup masyarakat yang lebih luas. Jadi dengan menerapkan persamaan gender sejak dini (dalam keluarga) diharapkan kekerasan berbasis gender diberbagai lini kehidupan dapat dihilangkan.

BERSAMA KITA LAWAN KEKERASAN BERBASIS GENDER,

UNTUK KEHIDUPAN YANG LEBIH BAIK.

BERSAMA KITA KUAT!!!

BERSAMA PASTI BISA!!!

 

---Semoga Bermanfaat---

 

Rabu, 19 Agustus 2020

Kelompok Sosial (Emile Durkheim-Solidaritas Mekanis dan Organis)

 Émile Durkheim

David Émile Durkheim atau yang lebih dikenal dengan Durkheim saja. Ia lahir 15 April 1858 dan meninggal pada 15 November 1917, tepatnya pada umur 59 tahun. Ia juga dikenal sebagai salah satu pencetus sosiologi modern. Pada tahun 1895, ia mendirikan fakultas sosiologi pertama di sebuah universitas Eropa, ia juga sempat menerbitkan salah satu jurnal pertama yang diabdikan kepada ilmu sosial, L'Année Sociologique pada 1896.

Durkheim dilahirkan di Épinal, Prancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi Prancis yang saleh, ayah dan kakeknya adalah Rabi (guru atau yang agung). Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Namun demikian, latar belakang Yahudinya membentuk sosiologinya, banyak mahasiswa dan rekan kerjanya adalah sesama Yahudi, dan seringkali masih berhubungan darah dengannya.

Minat Durkheim dalam fenomena sosial juga didorong oleh politik. Kekalahan Prancis dalam Perang Prancis-Prusia telah memberikan pukulan terhadap pemerintahan republikan yang sekular. Banyak orang menganggap pendekatan Katolik, dan sangat nasionalistik sebagai jalan satu-satunya untuk menghidupkan kembali kekuasaan Prancis yang memudar di daratan Eropa. Durkheim, seorang Yahudi dan sosialis, berada dalam posisi minoritas secara politik, suatu situasi yang membakarnya secara politik. Peristiwa Dreyfus pada 1894 hanya memperkuat sikapnya sebagai seorang aktivis.

Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat, suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.

Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah dari seluruh bagiannya. Jadi berbeda dengan rekan sezamannya, Max Weber, ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi tindakan-tindakan dari setiap pribadi (individualisme metodologis), melainkan lebih kepada penelitian terhadap "fakta-fakta sosial", istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu.

Dalam bukunya “Pembagian Kerja dalam Masyarakat” (1893), Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan dalam berbagai bentuk masyarakat. Ia memusatkan perhatian pada pembagian kerja, dan meneliti bagaimana hal itu berbeda dalam masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Para penulis sebelum dia seperti Herbert Spencer dan Ferdinand Toennies berpendapat bahwa masyarakat berevolusi mirip dengan organisme hidup, bergerak dari sebuah keadaan yang sederhana kepada yang lebih kompleks yang mirip dengan cara kerja mesin-mesin yang rumit.

Namun, Durkheim membalikkan rumusan ini, sambil menambahkan teorinya kepada kumpulan teori yang terus berkembang mengenai kemajuan sosial, evolusionisme sosial, dan darwinisme sosial. Ia berpendapat bahwa masyarakat-masyarakat tradisional bersifat ‘mekanis’ dan dipersatukan oleh kenyataan bahwa setiap orang lebih kurang sama, dan karenanya mempunyai banyak kesamaan di antara sesamanya. Dalam masyarakat tradisional, kata Durkheim, kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual – norma-norma sosial kuat dan perilaku sosial diatur dengan rapi.

Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/%C3%89mile_Durkheim (6-4-13, 8:26 am)

Dalam masyarakat secara umum teori tersebut dikenal dengan solidaritas mekanis dan solidaritas organis. Sebelum membahas apa yang itu solidaritas mekanis dan solidaritas organis, baiknya kita mengetahui dahulu tentang apa itu solidaritas sendiri. Dalam KBBI, solidaritas adalah sifat satu rasa (senasib, dan sebagainya), perasaan setiakawan (hal: 1082).

Sumber: Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

Solidaritas adalah kesepakatan bersama dan bentuk dukungan: kepentingan dan tanggung jawab antar individu dalam kelompok, terutama karena diwujudkan dalam dukungan suara bulat dan tindakan kolektif untuk sesuatu hal.

Sumber: http://www.google.co.id/tanya/thread?tid=4b360887c16b7127 (6-4-13, 8:40 am)

Solidaritas adalah rasa kebersamaan, rasa kesatuan kepentingan, rasa simpati, sebagai salah satu anggota dari kelas yang sama. Atau bisa diartikan perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama.

Dalam wikipedia, solidaritas memiliki arti integrasi, tingkat dan jenis integrasi, ditunjukkan oleh masyarakat atau kelompok dengan orang dan tetangga mereka. Hal ini mengacu pada hubungan dalam masyarakat, hubungan sosial bahwa orang-orang mengikat satu sama lain. Istilah ini umumnya digunakan dalam sosiologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya.

Sumber: http://blog.uad.ac.id/rosmalina/2011/12/20/pentingnya-solidaritas-_/ (6-4-13, 8:41 am)

Solidaritas merupakan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh setiap orang sebagai anggota dalam suatu kelompok untuk mendukung satu tindakan atau suatu kesepakatan tertentu diantara anggota kelompok (masyarakat). Dengan lain perkataan, bahwa kata solidaritas merupakan kesepakatan bersama mengenai satu tindakan atau ide, yang pada akhirnya dapat mengarah pada ikatan emosional diantara anggota kelompok yang bersangkutan.

Dalam buku The Division of Labor in Society (1968), Durkheim membedakan antara kelompok yang didasarkan pada solidaritas mekanis dan solidaritas organis.  Ia juga menunjukkan beberapa cirinya yang membedakannya.

Solidaritas mekanis merupakan ciri yang menandai masyarakat yang masih sederhana, yang ia sebut dengan segmental. Dalam masyarakat demikian kelompok-kelompok manusia tinggal secara tersebar dan hidup terpisah satu dengan yang lain. Masing-masing kelomok dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri tanpa memerlukan bantuan atau kerjasama dengan kelompok luar. Masing-masing anggota pada umumnya dapat menjalankan peranan yang diperankan oleh anggota lain, pembagian kerja belum berkembang. Peranan semua anggota sama, sehingga ketidakhadiran seorang anggota kelompok tidak mempengaruhi kelangsungan hidup kelompok karena peranan anggota tersebut dapat dijalankan oleh orang lain.

Dalam masyarakat yang menganut solidaritas mekanis, yang diutamakan ialah persamaan perilaku dan sikap. Perbedaan tidak dibenarkan. Menurut Durkheim seluruh warga masyarakat diikat oleh apa yang dinamakan collective conscience- suatu kesadaran bersama yang mencakup keseluruhan kepercayaan dan perasaan  kelompok, dan bersifat ekstern serta memaksa. Sanksi terhadap pelanggaran hukum disini bersifat represif; barangsiapa melanggar solidaritas sosial akan dikenai hukuman pidana. Kesadaran bersama tesebut mempersatukan para warga masyarakat, dan hukuman terhadap pelanggar aturan bertujuan agar ketidakseimbangan yang diakibatkan oleh kejadian tersebut dapat dipulihkan kembali.

Solidaritas organis merupakan bentuk solidaritas yang mengikat masyarakat kompleks –masyarakat yang telah mengenal pembagian kerja yang rinci dan dipersatukan oleh kesalingtergantungan antar bagian. Tiap anggota menjalankan peranan berbeda, dan diantara berbagai peranan yang ada terdapat kesalingtergantungan laksana kesalingtergantungan antara bagian-bagian suatu organism biologis. Karena adanya kesalingtergantungan ini maka ketidakhadiran pemegang peranan tertentu akan mengakibatkan gangguan pada kelangsungan hidup masyarakat.

Pada masyarakat dengan solidaritas organis ini, ikatan utama yang mempersatukan masyarakat bukan lagi collective conscience melainkan kesepakatan-kesepakatan yang terjalin diantara berbagai kelompok profesi. Disinipun hukum yang menonjol bukan lagi hukum pidana, malainkan ikatan hukum perdata. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap kesepakatan bersama maka yang berlaku ialah sanksi restitutif: si pelanggar harus membayar ganti rugi kepada pihak yang menderita kerugian untuk mengembalikan keseimbangan yang telah dilanggarnya.

catatan: ini adalah file yang sudah lama tersimpan di hardisk.

Selasa, 18 Agustus 2020

Kelompok Sosial (Syarat)

Syarat Terbentuknya Kelompok Sosial

Sekumpulan orang dapat disebut sebagai kelompok sosial apabila memenuhi syarat berikut:

1)      Setiap anggota kelompok menyadari bahwa ia merupakan bagian dari kelompoknya;

Kesadaran juga dapat dilihat dari atribut yang dikenakan. Contohnya: seseorang yang menjadi anggota kelompok social tertentu, akan mengenakan seragam atau atribut sesuai dengan kelompoknya.

2)      Ada hubungan timbal balik antara anggota yang satu dan anggota yang lain

Perlu digarisbawahi bahwa dalam setiap kelompok terdapat pola hubungan timbal balik. Arti hubungan timbal balik yaitu tiap-tiap anggota saling berinteraksi secara sadar sebagai upaya untuk mencapai tujuan atau memenuhi kebutuhan tertentu.

3)      Ada suatu faktor yang dimiliki bersama sehingga hubungan mereka bertambah erat.

Seperti kesamaan kepentingan, kesamaan tujuan, kesamaan ideology, dan lain-lain.

4)      Terdapat struktur, kaidah/norma dan pola perilaku;

Suatu kelompok tentunya memiliki ciri khusus yang menjadikannya berbeda dengan kelompok yang lain. Struktur dan norma kelompok merupakan elemen pembeda yang penting. Setiap kelompok memiliki norma/aturan yang berisi kaidah-kaidah yang bersifat mengatur perilaku para anggotanya hingga akhirnya terbentuklah pola perilaku tertentu yang menjadi ciri khas kelompok tertentu.

5)      Bersistem dan berproses

Suatu kelompok social mempunyai system masing-masing dalam menjalankan “roda pemerintahan” suatu kelompok. Misalnya; suatu kelompok social punya system penghormatan kepada orang lain berdasarkan ijazah. Sedang kelompok yang lain, karena kekuatan otot yang dimiliki oleh orang.
Selain itu, proses terbentuknya kelompok social secara umum adalah tidak sebentar. Melainkan melalui beberapa tahap tertentu.

Minggu, 22 Maret 2020

NILAI DAN NORMA YANG BERLAKU DALAM MASYARAKAT



A.   NILAI
Nilai adalah segala sesuatu yang baik, berguna, penting, dan dicita-citakan oleh setiap warga masyarakat.

Pengertian nilai sosial menurut para ahli:

a.       Kimball Young: nilai sosial adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang baik dan apa yang benar, dan apa yang dianggap penting dalam masyarakat

b.      Robert M. Z. Lawang: nilai sosial adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, dan memengaruhi perilaku orang yang memiliki nilai itu.

c.       A. W. Green:  nilai sosial adalah kesadaran yang secara efektif berlangsung disertai emosi terhadap objek, ide, dan individu.

 Peran nilai sosial di masyarakat adalah :

1.    Menentukan harga sosial, kelas sosial seseorang dalam struktur stratifikasi sosial.
2.    Mengarahkan masyarakat untuk berpikir dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat.
3.    Memotivasi atau memberi semangat pada manusia untuk mewujudkan dirinya dalam perilaku sesuatu dengan yang diharapkan oleh peran-perannya dalam mencapai tujuan.
4.    Alat solidaritas atau mendorong masyarakat untuk saling bekerja sama untuk mencapai sesuatu yang tidak dapat dicapai sendiri.
5.    Pengawas, pembatas, pendorong dan penekan individu untuk selalu berbuat baik.

Setiap manusia selalu memerlukan nilai-nilai tertentu, karena nilai memiliki berbagai      fungsi, yaitu :
1.    Sebagai petunjuk arah untuk bersikap dan bertindak bagi warga masyrakat. Contoh : nilai gotong royong.
2.    Sebagai acuan dan sumber motivasi untuk berbuat sesuatu. Contohnya : nilai iptek, nilai iman.
3.    Sebagai benteng perlindungan bagi eksistensi suatu masyarakat atau bangsa. Contoh : nilai Pancasila.
4.    Sebagai tolak ukur terhadap sesuatu itu baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, berguna atau tidak berguna, penting atau tidak penting.

Setiap manusia selalu memerlukan nilai-nilai tertentu, karena nilai memiliki berbagai      fungsi, yaitu :
Ø Sebagai petunjuk arah untuk bersikap dan bertindak bagi warga masyrakat. Contoh : nilai gotong royong.
Ø Sebagai acuan dan sumber motivasi untuk berbuat sesuatu. Contohnya : nilai iptek, nilai iman.
Ø Sebagai benteng perlindungan bagi eksistensi suatu masyarakat atau bangsa. Contoh : nilai Pancasila.
Ø Sebagai tolak ukur terhadap sesuatu itu baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, berguna atau tidak berguna, penting atau tidak penting.

Ciri-ciri Nilai Sosial

a.    Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, yang ada dalam pikiran atau perasaan manusia.

b.    Nilai tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari manusia.

c.     Nilai merupakan ciptaan masyarakat yang tercipta melalui interaksi warga masyarakat. Nilai tercipta secara sosial, bukan secara biologis atau pun bawaan lahir.

d.    Nilai sosial dapat diteruskan atau dipindahkan diantara individu, satu kelompok ke kelompok lain maupun satu masyarakat ke masyarakat lain.

e.     Sistem nilai dapat berbeda-beda antara satu individu dengan individu lain, antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.

f.      Nilai dapat memberikan pengaruh berbeda terhadap individu maupun masyarakat secara keseluruhan.

g.     Nilai sosial diperoleh, dicapai, dan dijadikan miliki diri melalui proses belajar.

h.    Nilai sosial memuaskan manusia dan memiliki peranan dalam usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial.

i.      Nilai sosial cenderung berkaitan satu dengan yang lain, dan membentuk pola-pola dan sistem nilai dalam masyarakat.

j.      Sistem nilai sosial beragam bentuknya antara kebudayaan yang satu dengan lainnya.

k.    Nilai sosial selalau memberikan pilihan dari sistem-sistem nilai yang ada, sesuai dengan tingkatan kepentingannya.

l.      Nilai sosial dapat melibatkan emosi atau perasaan

m. Niali sosial dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat, baik positif maupun negatif.


   Jenis-jenis Nilai
a.  Prof. Notonagoro membedakan nilai menjadi tiga jenis, yaitu :
1.    Nilai Material, yaitu nilai dari segala macam benda nyata yang berguna bagi manusia.
2.    Nilai Vital, yaitu segala hal yang berguna bagi manusia agar dapat melakukan aktivitas/kegiatan dalam kehidupannya. Contoh : makanan  dan minuman.
3.    Nilai Rohani, yaitu segala sesuatu yang berguna untuk memenuhi kebutuhan rohani. Hal ini meliputi 4 hal, yakni nilai kebenaran & nilai empiris, nilai keindahan, nilai moral, nilai religius.
§ Nilai kebenaran dan nilai empiris, yaitu nilai yang bersumber dari proses berfikir  teratur menggunakan akal manusia dan ikut dengan fakta-fakta yang telah terjadi (logika, rasio).
§ Nilai keindahan, yaitu nilai-nilai yang bersumber dari unsur rasa manusia (perasaan dan estetika).
§ Nilai moral, yaitu nilai sosial yang berkenaan dengan kebaikan dan keburukan, bersumber dari kehendak atau kemauan (karsa dan etika).
§ Nilai religius, yaitu nilai keTuhanan yang berisi keyakinan / kepercayaan manusia terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

b.  Berdasarkan intensitasnya dapat dibedakan atas dua jenis :
1.    Nilai-nilai Tercernakan, yaitu nilai-nilai yang telah menyatu dalam seseorang sehingga sikap dan perilakunya selalu sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
2.    Nilai-nilai Dominan, yaitu nilai-nilai yang lebih diutamakan daripada nilai-nilai lainnya.
Ciri-ciri nilai dominan adalah sebagai berikut :
*         Dianut oleh sebagian besar atau Seluruh warga masyarakat.
*         Nilai itu telah dianut dalam kurun waktu yang panjang.
*         Nilai itu punya pengaruh yang kuat dalam kehidupan sosial.
*         Terbentuknya nilai itu diperjuangkan dan dipertahankan dengan gigih.
*    Nilai-nilai itu disampaikan atau dirumuskan oleh orang yang punya prestise tinggi.

c.  Berdasarkan bidang penerapannya, jenis-jenis nilai adalah :
1.    Nilai Sosial, yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat merupakan sikap-sikap dan perasaan yang diterima secara luas oleh masyarakat dan merupakan dasar untuk merumuskan apa yang benar dan apa yang penting. Contoh : nilai menghargai waktu, persahabatan, solidaritas.
2.    Nilai Kesusilaan, yaitu nilai yang berkaitan dengan sopan santun dalam berbagai aktivitas sosial.
3.    Nilai Seni, yaitu segala hal yang dapat menimbulkan keindahan, kehalusan rasa, dan kekaguman.
4.    Nilai Religius, yaitu nilai-nilai yang bersumber pada ajaran-ajaran agama/ kepercayaan kepada Tuhan YME. Contoh : beribadah sesuai dengan agamanya, berjuang membela agamanya.
5.    Nilai Ekonomi, yaitu hal-hal yang dapat memuaskan kebutuhan manusia secara material atau berkaitan dengan proses produksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa. Contoh : pasar.
6.    Nilai Edukatif, yaitu segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penyelenggaraan pendidikan.
7.    Nilai Budaya, yaitu segala sesuatu yang diciptakan manusia dan digunakan sebagai pedoman dalam kehidupan masyarakat. Contoh : peninggalan sejarah, upacara adat, adat istiadat.



B.   NORMA

Norma adalah patokan untuk melangsungkan hubungan sosial dalam masyarakat yang berisi perintah, larangan dan anjuran agar seseorang dapat bertingkah laku pantas guna menciptakan ketertiban, keteraturan dan kedamaian dalam masyarakat.

Fungsi norma yang terpenting adalah :
1.        Mengatur kehidupan bersama agar tertib dan teratur (norma sosial, hukum, agama, adat).
2.        Sebagai alat pengendalian sosial yang efektif (adat, undang-undang).
3.        Untuk menjaga kelestarian nilai-nilai dalam masyarakat (adat, agama, kesusilaan, hukum).
4.        Sebagai tolak ukur terhadap perbuatan, apakah benar atau salah, sopan atau tidak sopan, boleh dilakukan (agama, undang-undang, kesusilaan, hukum).
5.        Sebagai pegangan dan pedoman dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupan.

Berdasarkan kekuatan mengikatnya, ada 4 tingkatan norma,  yaitu :
1.    Cara (Usage), daya mengikatnya lemah. Pelanggar hanya dicela. Cara adalah suatu bentuk     perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.
Contoh : cara makan sebaiknya tidak bersuara, cara berpakaian harus rapi dan  sopan.
2.    Kebiasaan (Folkways), daya mengikatnya agak kuat. Pelanggar akan dicela dan digunjingkan. Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang  yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan yang jelas dan dianggap baik  dan benar.
Contoh : kebiasaan bertamu dengan mengetuk pintu lebih dahulu, murid menghormati gurunya.
3.    Tata Kelakuan (Mores), daya mengikatnya cukup kuat. Pelanggar akan dikucilkan/ ditindak. Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia  yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat  terhadap anggota-anggotanya.
Contoh : melarang perbuatan membunuh, memperkosa dan menikahi kerabat dekat, atau masuk mesjid harus melepas alas kaki.
4.   Adat istiadat (Custom), yaitu aturan yang sangat kuat daya ikatnya dan telah menjadi sistem nilai budaya yang dipedomani oleh seluruh warga masyarakatnya. Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.  Bagi yang melanggar akan dikutuk, dikucilkan, dipermalukan dan harus membayar denda adat yang amat mahal.
Contoh : larangan cerai bagi masyarakat Lampung, larangan menikahi orang semarga  (Batak), pelanggaran terhadap tata cara pembagian harta warisan dan pelanggaran upacara-upacara tradisional.

Ciri norma sosial

a.       secara umum tidak tertulis.

b.       bagian dari hasil kesepakatan bersama.

c.       menjadikan masyarakat sebagai pendukung yang menaatinya.

d.       bagi yang melanggar harus mendapatkan sanksi atau hukuman.

e.       bisa menyesuaikan dengan perubahan sosial sehingga dapat dikatakan norma sosial dapat mengalami perubahan.

f.        sudah dibuat secara sadar dan transparan.

 

Macam-macam Norma

Norma umum, yaitu aturan-aturan yang berlaku secara universal bagi semua lapisan masyarakat. Sifat norma ini langgeng dan sulit berubah atau digantikan oleh norma lain.
Yang termasuk norma umum adalah sebagai berikut :
1.   Norma Agama,  adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran terhadap norma ini dikatakan berdosa.
2.   Norma Kesusilaan, adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat  sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).  Contoh : telanjang di depan  orang ramai, dll.
3.   Norma Kesopanan, adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat.  Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dll.  Contoh : sopan santun bicara, makan bersama, berpakaian yang pantas.
4.   Norma Kebiasaan/Kelaziman, yaitu sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku menjadi kebiasaan individu. Atau aturan-aturan tertentu yang telah lazim berlaku bagi setiap warga masyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin. Contoh : menghormati orang tua/Pemimpin, murid menghormati guru-gurunya.
5.   Norma Hukum, adalah aturan sosial yang dibuat oleh lembaga-lembaga tertentu  atau  hukum formal yang berlaku bagi seluruh warga negara di negara tertentu. Norma ini dalam pelaksanaannya dapat dipaksakan oleh pihak yang berwenang. Pelanggaran terhadap norma ini berupa sanksi denda sampai hukuman fisik (dipenjara, hukuman mati). Contoh :  Wajib membayar pajak, dilarang mengambil barang milik orang lain dan dilarang berhenti di sebelah kanan jalan.

Sumber-sumber Norma
Norma-norma yang berlaku dalam masyarakat itu sumbernya bermacam-macam, antara lain sebagai berikut.
1.         Dari ajaran-ajaran agama, misalnya beribadah kepada Tuhan, berbakti kepada kedua orang tua.
2.         Dari hukum negara yang berlaku, misalnya Undang-Undang Dasar, Tap MPR, undang-undang.
3.         Dari adat istiadat masyarakat. Norma ini hanya berlaku bagi warga masyarakat yang menciptakan adat tersebut, tetapi tidak berlaku bagi masyarakat lain. Contoh : menikah secara eksogami (Batak).
4.         Dari nilai-nilai kemanusiaan, misalnya tidak boleh melanggar/merampas hak asasi manusia.
5.         Dari praktek kehidupan bermasyarakat, yang telah terorganisasi secara rapi dan melembaga. Contoh : norma politik, norma ekonomi, norma sosial, norma susila, dan sebagainya.

tambahan:



sumber, dari teman MGMP Sosiologi Jateng