Senin, 26 Februari 2018

Senjata Pendidik

Senjata menurut wikipedia, adalah suatu alat yang digunakan untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan suatu benda. Senjata dapat digunakan untuk menyerang maupun untuk mempertahankan diri, dan juga untuk mengancam dan melindungi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoneisa (KBBI), alat yang dipakai untuk berkelahi atau berperang (tentang keris, tombak, dan senapan).
Dari beberapa definisi tersebut terlihat bahwa sebuah senjata merupakan sesuatu yang digunakan manusia untuk melegalkan apa yang diperbuatnya, baik dalam rangka melindungi, mempertahankan, atau bahkan menyerang pihak lain.
Kalau dicermati lagi, sebenarnya manusia telah mempunyai senjata dalam dirinya. Senjata yang telah dikaruniakanNya kepada makhluk ciptaanNya. Senjata itu misalkan gigi, untuk mematahkan, mengkoyak, mencabik. Tangan, untuk nempeleng, meninju, mencubit. Kepala, untuk menyeruduk. Bahkan lisan, bisa juga digunakan sebagai senjata. Luka yang ditimbulkan pun tidak begitu kentara tapi bekasnya tak akan pernah bisa hilang. 
Lantas senjata apa yang paling utama yang dimiliki oleh manusia? Tak lain dan tak bukan adalah isi dalam kepala, yaitu otak. Tanpa ada kemampuan berpikir maka tidak akan ada senjata tercipta. Mungkin inilah yang dinamakan manusia adalah makhluk ciptaanNya yang paling sempurna. 

>>
Pendidik, yaitu orang yang mendidik.
Mendidik, yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Pendidikan, yaitu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.
Tujuan pendidikan nasional, adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sebagai manusia yang diciptakan paling sempurna dibandingkan dengan makhluk lain, manusia pasti memiliki posisi. Sedangkan pada setiap posisi terdapat senjata sebagai pe-legal perilaku. Posisi bisa dijadikan sebagai senjata atau pun proses perebutan jabatan yang memerlukan dan memanfaatkan senjata. 
Pun demikian dengan pendidik. Sebagai pendidik banyak senjata yang dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk melegalkan apa yang ada dalam benak yang bersangkutan. Namun, alangkah baiknya senjata itu bukanlah peserta yang menjadi didikannya. Anak didik bukanlah senjata untuk perebutan kepentingan dan kekuasaan pendidik, mereka bukan senjata untuk kepentingan praktis.
Akan lebih baik dan berwibawa lagi, ketika anak didik bercerita tentang peristiwa yang dialami sedang pendidik memberi pandangan-pandangan dan sudut pandang yang positif terhadap peristiwa tersebut. Bukan malah mencekoki dengan hal/pandangan negatif, apalagi dimuati dengan kepentingan pribadi. 
Jika dicermati dan dirasakan, khususnya bagi yang sudah dewasa karena sudah pernah melewati, sesuatu yang paling mudah dipelajari dan diingat adalah hal/peristiwa yang jelek. Seseorang akan sangat mudah merekam tentang hal yang jelek.
Demikian pula dengan anak didik, secara insting mereka akan mempelajari dan merekam apa yang ia temui didepannya. Dan anehnya hasil rekaman tersebut  adalah sesuatu yang negatif, sebaliknya yang positif entah kabur kemana. Nampaknya hal/peristiwa yang positif sulit mendapatkan tempat yang layak dalam benak seseorang. Betul tidak??
Disisi lain, bukankah sudah dipahami sebuah pepatah yang mengatakan bahwa ketika orang tua kencing jongkok, maka anak akan kencing berdiri. Dan ketika orang tua kencing berdiri, maka anak akan kencing berlari.
Berbekal pepatah tersebut marilah merenungkan dan instrospeksi diri sejenak, sudahkah memberi contoh yang pantas dan layak untuk anak didik??
Berbekal pepatah tersebut, janganlah memikirkan apakah contoh yang ditampilkan akan ditiru mereka??
Berbekal pepatah tersebut, janganlah selalu menyalahkan anak didik ketika mereka tidak mampu menjalankan sesuatu (perintah). Jangan ajari mereka mencari kambing hitam.

>><< 
SENJATA PENDIDIK, BUKANLAH ANAK DIDIK
Berikanlah buah pikiran yang mendidik kepada anak didik.
(pandangan positif, sesuai dengan nilai dan norma serta aturan)
jika sudah demikian, maka biarlah mereka yang memilih jalan hidupnya
janganlah memaksakan jalan pikiran mereka untuk sama dengan apa yang kita kehendaki/pikiran
jangan menggunakan mereka sebagai senjata untuk kepentingan praktis
>><<
 

Catatan:
pendidik bukan hanya pendidik yang ada dalam lembaga pendidikan, melainkan lebih merujuk kepada siapapun yang berperan sebagai seorang pendidik di berbagai lingkungan

Bacaan:
https://id.wikipedi.org
https://kbbi.kemdikbud.go.id
http://belajarpsikologi.com/tujuan-pendidikan-nasional/
Pernah membaca tapi lupa kapan, dimana dan bagaimana tepatnya
Pengalaman Bpk. Sunarwi, mengajar itu harus ikhlas
Pandangan teman

Jumat, 16 Februari 2018

Konflik

Konflik antara suku Aceh dan Jawa dilatarbelakangi oleh sejarah panjang, yakni sejak zaman kerajaan Majapahit yang menginvasi kerajaan Aceh di masa silam. Selain itu, adanya tindakan diskriminatif pemerintah pada masa orde baru yang dinilai masyarakat Aceh sebagai pemerintahan Jawa, dinilai juga sebagai latar belakang kembali tumbuhnya kecurigaan dan rasisme antar kedua suku ini.
Lewat gerakan separatis yang bernama Gerakan Aceh Merdeka, sebagian warga Aceh kemudian berusaha mengusir suku-suku pendatang dari tanah nenek moyangnya. Dalam hal ini, suku Jawa yang menjadi suku pendatang mayoritas menganggap bahwa Aceh termasuk bagian dari NKRI dimana mereka berhak untuk ikut tinggal di sana. Konflik pun muncul dan pengusiran orang-orang suku Jawa dari tanah Aceh harus terjadi. Namun, seiring perundingan antara pemerintah NKRI dan Gerakan Separatis Aceh Merdeka, konflik inipun dapat diselesaikan. Melalui perundingan itu pula hingga saat ini, kondisi Aceh dapat kembali kondusif.
http://www.ipsmudah.com/2017/03/contoh-konflik-antar-suku.html?m=1

Rabu, 14 Februari 2018

Bebasan (suatu persepsi)

Pepatah Jawa atau disebut juga sebagai Bebasan atau Saloka merupakan susunan kalimat pendek (singkat) dan jika telaah (cari artinya) lebih jauh mempunyai makna yang begitu dalam. Terkadang makna yang terkandung didalamnya tidak hanya sekadar mengartikan (terjemahan/ alih bahasa). Untuk mengetahui makna yang terkandung dalam setiap Bebasan ini hendaknya bertanya kepada orang yang lebih tua serta memahami seluk-beluk orang Jawa. 
kjlhug unen-unen ajeg panganggone ngemu surasa pepindhan kang dipindahake wonge

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef
unen-unen ajeg panganggone ngemu surasa pepindhan kang dipindahake wonge

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef
unen-unen ajeg panganggone ngemu surasa pepindhan kang dipindahake wonge

Invested $100 in Cryptocurrencies in 2017...You would now have $524,215: https://goo.gl/efW8Ef
misalnya: 
Ajining dhiri gumantung soko lathi.
Ajining rogo gumantung soko busono.

Jika dilihat dari arti (terjemahan/alih bahasa) maka akan berbunyi harga diri seseorang dapat dilihat dari cara berbicara. Sedangkan penampilan seseorang merupakan perwakilan dari diri orang yang bersangkutan.
Namun apa sebenarnya makna dari Bebasan itu?
Baris pertama, sebagai manusia hendaknya tidak asal ngomong tanpa berpikir apa akibat yang akan timbul dikemudian hari. Selain itu, hendaknya dipertimbangkan pula (pe)rasa(an) orang lain. 
Baris kedua, bukan hanya penampilan yang dinomorsatukan tetapi rasa yang akan ditimbulkan dari penampilan tersebut. Jika penampilan yang diutamakan ketimbang rasa (pemaknaan) maka penilaian yang kemudian muncul adalah kesombongan belaka. Dan penampilan seseorang akan dinilai tidak bagus.
Bukankah dalam budaya Jawa mengajarkan untuk tidak sombong (baik lisan maupun perilaku) marang liyan?

Saloka

Saloka yaiku tetembungan utawa unen-unen kang kasamun ing ukara, dadi ora wantah, lumrahe saemper kahanane alam, kewan, utawa tetuwuhan, lan kang ajeg panggonane lan panganggone, ngemu surasa pepindhan tumrap pawongan (hal: 54).

contoh:
Bathok bolu isi madu (pawongan kang asor/kawula cilik, nanging sugih kapinteran)
Kebo mulih menyang kandhange (pawongan kang bali menyang asale)
Kriwikan dadi grojogan (prakara sepele dadi tenanan)

note:
dalam penggunaan Saloka, ada 'upaya" untuk menyepertikan (seperti).
Seperti yang telihat dalam contoh di atas, ada upaya untuk menyepertikan/ mengumpamakan dengan sesuatu. Seumpama bathok (barang yang sangat biasa, dan cenderung dibuang bahkan tidak terpakai), ternyata malah berisi madu (sebagai perumpamaan barang yang sangat berharga dan dihargai oleh masyarakat lain).

Bacaan:
Widaryantmo, Gandung, dkk. 2014. Prigel Basa Jawa Kanggo SMA/SMK/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga. 

Bebasan

Bebasan yaiku tetembungan utawa unen-unen kang wantah wae ora ngemu teges pepindhan, dadi tegese wis cetha, ajeg panganggonan lan panganggone (hal: 54).

contoh:
Teteken tekun bakal sedyane (pawongan kang ngudi apa wae kanthi tenanan bakal kelakon)
Becik ketitik ala katara ( sapa kang tumindak becik lan ala punkasane bakal ketok)
Rukun agawe santosa crah gawe bubrah ( rukun bakal gawe kuwat, dene padudon ndadekake dredah)

note:
- wantah: apa adanya, kata yang masih lugu,
- pepindhan: seperti,
- Dalam bebasan tidak ada "seperti". Hal ini berbeda dengan Saloka, ada upaya untuk seperti atau membandingkan atau ada yang dibandingkan dalam kalimat tersebut.

bacaan:
Widaryantmo, Gandung, dkk. 2014. Prigel Basa Jawa Kanggo SMA/SMK/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Seorang Ustadz (Sebuah Sentilan)

Dalam sebuah acara disalah satu stasiun televisi swasta. Seorang ustadz mengatakan, yang kurang lebih demikian, bahwa kita (manusia jaman now) terlalu disibukkan dan menyibukkan yang pada akhirnya meninggalkan yang semestinya. Kita sangat menyibukkan dan disibukkan perihal casing saja.
Bagaimana tidak, kita selalu menanyakan (sibuk) perihal cara merawat wajah, cara merawat kulit, cara merawat rambut, cara berpakaian yang menarik orang lain (menjadi pusat perhatian orang).
Selain itu kita terlalu sibuk melegalkan perilaku kita dihadapan orang lain, dengan berbagai sudut pandang  yang masuk akal. Padahal sebenarnya kita hanya ingin dilihat orang lain (hanya ingin di"wah"kan).
Sampai disini nampaknya ada yang terlupakan (atau memang sengaja lupa), bahwa tujuan diciptakan manusia untuk apa...

Senin, 12 Februari 2018

Globalisasi dan Kebudayaan

Globalisasi berasal dari bahasa inggris yaitu Globalization , yaitu gabungan dari kata global yang berarti mendunia dan lization yang berarti proses.
Globalisasi adalah suatu proses yang menyeluruh atau mendunia dimana setiap orang tidak terikat oleh negara atau batas-batas wilayah, artinya setiap individu dapat terhubung dan saling bertukar informasi dimanapun dan kapanpun melalui media elektronik maupun cetak.
Globalisasi merupakan proses dimana dunia menjadi semakin terhubung (Globalisation is the process by which the world is becoming increasingly interconnected) sebagai akibat dari meningkatnya perdagangan secara masif serta terjadinya pertukaran budaya (as a result of massively increased trade and cultural exchange).
Secara lebih sederhana dalam globalisasi terdapat upaya untuk menyamakan dan menyatukan pandangan (ide, gagasan) orang-orang yang ada di seluruh dunia melalui berbagai media yang dikenal manusia.
Sedangkan budaya sendiri diartikan sebagai semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Tokoh lain menyatakan bahwa keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Dari sini dapat dilihat bahwa ada unsur belajar. Seseorang dapat belajar dari orang lain (baik di lingkungan rumah, sekitar rumah tinggal, masyarakat yang lebih luas, ataupun dari media massa).
Jadi dapat dipahami bahwa budaya tidaklah diturunkan secara genetik, melainkan diperoleh seseorang melalui adaptasi terhadap hal atau peristiwa yang terjadi disekitarnya. Karena orang selalu belajar dari lingkungan, maka dapat dikatakan bahwa sebuah budaya pasti berubah dari waktu ke waktu. Sebab manusia memiliki kelebihan dalam menggunakan pikiran dan perasaannya.
 
Bahan bacaan:
Simanjuntak, Posman. 1997. Berkenalan dengan Antropologi untuk SMU Kelas 3 berdasarkan Kurikulum 1994. Jakarta: Erlangga.
http://www.learniseasy.com/globalisasi-pengertian-globalisasi-ciri-ciri-dampak-dan-pentingnya-globalisasi.html
http://www.kuliah.info/2015/05/apa-itu-globalisasi-ini-pengertian.html?m=1
Baca media sebagai provokasi

Media sosial (medsos)

Media sosial merupakan saluran penyampai pesan yang sangat populer, penting, bahkan sangat akrab dengan kehidupan manusia. Karena disetiap detik dapat diakses oleh begitu banyak mata dan pikiran manusia, maka tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial bisa digunakan untuk mengadakan propaganda, iklan, pendidikan, dan lain sebagainya.
Keberadaan medsos ini tidak dapat dibendung atau dihindari, sebab semua yang kita inginkan dan kita kerjakan dapat melalui media ini. Sebenarnya kita pun dipaksa untuk memiliki dan mampu untuk mengoperasikannya. Jika tidak bisa, maka akan dicap sebagai orang off out date alias ketinggalan zaman.
Karena semua informasi "harus" bisa diperoleh dimana dan kapanpun maka tidak dapat dipungkiri lagi setiap orang harus mempunyai alat untuk mengakses media ini. Dan sekarang para ahli sudah mampu menyediakannya bahkan semakin hari semakin canggih. Bahkan terdapat istilah dunia sudah ada digenggaman setiap orang.
Karena dunia sudah ada digenggaman, maka kebutuhan akan informasi yang cepat pun menjadi hal yang pokok bagi setiap orang. Dan sekali lagi para ahli membuat berbagai inovasi berkaitan dengan hal itu.
Semakin hari semakin canggih keberadaan alat pengakses ini. Dan kebutuhan manusia pun bertambah, tidak hanya informasi tentang dunia luar (berita tentang negara-negara lain) tetapi juga tentang diri orang lain (tokoh dan artis idola).
Karena banyak orang yang menggandrungi orang lain, maka kebutuhan bertambah lagi yaitu menampilkan keberadaan diri kepada orang lain. Akhirnya kita kenal selfi, menampilkan diri sedang apa, sedang ada dimana, melakukan aktifitas apa, menyatakan apa, bahkan curhat pun bisa melalui media ini. Tidak ada yang melarang seseorang melakukan apapun.
Sampai disini nampaknya berbagai kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan mudah dan cepat. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa keberadaan media sosial ini juga memiliki berbagai segi negatif. Misalnya, berkurangnya interaksi dengan orang-orang sekitar, munculnya berbagai tindak kriminal, dekadensi moral, dan lain sebagainya.
Untuk itu, sebagai manusia yang dibekali dengan pikiran dan olah rasa, maka gunakanlah alat dan media sosial tersebut secara bijak. Tahu dimana, kapan, dan bagaimana harus memanfaatkan alat dan media yang ada.

Selasa, 06 Februari 2018

Semangat Pagi..

Kita awali hari ini dengan menata niat, senantiasa bersyukur atas karunia Allah, dan tak lupa selalu memberikan senyum yang termanis untuk semua orang disekeliling kita..
Senyum yang tulus ya.. 😁

Sabtu, 03 Februari 2018

Jumat, 02 Februari 2018

Pengalaman Asik dengan Kelas X IIS2

Pertemuan kali ini di jam-jam terakhir di sisa-sisa tenaga sekaligus masa penghabisan minggu (alias sudah malem minggu), kami membahas tentang perilaku menyimpang atau penyimpangan social.
Teman-teman di kelas X IIS 2, mendefiniskan perilaku menyimpang sebagai sesuatu yang negatif dan sebenarnya tidak hanya mereka saja mendefinisikan demikian. Namun inilah potret dikehidupan sehari-hari, bahwa yang menyimpang adalah perbuatan yang jelek.
Setelah cas-cis-cus sampai tenggorokan terasa kering, saya pun mencoba memberikan suatu contoh yang terjadi dalam kehidupan yang kemungkinan sering mereka temui, yaitu ada seorang laki-laki (suami, tepatnya) yang menyapu lantai dan memasak di rumah.
Berbagai jenis jawaban yang keluar pun sangat beragam. Tak disangka-sangka dari sudut kelas ada yang menjawab bahwa hal itu dikarenakan takut sama istri (padahal pertanyaan yang keluar bukan seperti itu, alias berbeda antara pertanyaan dan jawaban)
Dan….
saya sempat tertegun dengan tanggapan yang dilontarkan barusan. Bukan saya menyalahkan tetapi lebih cenderung memahami bahwa itulah budaya yang ada di lingkungan tempat tinggal mereka.
Budaya yang sudah sangat lama ada.
Budaya yang telah tertanam dalam benak masing-masing individu.
Budaya yang adiluhung.
jadi....